Jakarta, 4-10-2010, Pasca kejadian bencana di berbagai daerah menimbulkan kesadaran publik bahwa Indonesia ini selain didengung-dengungkan memiliki posisi strategis di sabuk khatulistiwa, namun juga berpotensi besar terhadap terjadinya bencana. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), penanggulangan bencana menghadapi banyak kendala, seperti banyaknya daerah rawan bencana, dimana dari 550 kabupaten sebanyak 175 kabupaten (30%) memiliki risiko tinggi. Kelembagaan di daerah sebagai pelaksanaan UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana hingga sekarang belum banyak terbentuk.
Dalam pasal 25 UU No.24 tahun 2004 secara tegas menyatakan bahwa bahwa ’ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, fungsi, tugas, struktur organisasi, dan tata kerja badan penanggulangan bencana daerah diatur dengan peraturan daerah.’ Meskipun tidak menjelaskan sanksi apapun bagi daerah atas pelaksanaan mandat Undang-undang tersebut, namun demi kepentingan dan kemaslahatan masyarakat, pemerintah daerah seharusnya berinisiatif untuk membuat peraturan daerah tersebut.
Perubahan iklim global dan juga tidak tegaknya regulasi di daerah terkait dengan pengelolaan wilayah dan lingkungan juga makin memperparah kondisi kerawanan bencana tersebut. Kelembagaan penanggulangan bencana sebagaimana amanat Undang-undang seharusnya dibentuk di tiap-tiap jenjang pemerintahan dalam bentuk peraturan daerah. Namun hingga sekarang ini implementasi Undang-undang tersebut masih sangat minim. Pemahaman daerah terhadap pelaksanaan peraturan pusat tersebut juga masih meragukan. Sebagian besar daerah yang memiliki potensi rawan bencana hingga saat ini belum melaksanakan amanat Undang-undang tersebut. Padahal apabila terjadi bencana, tanpa adanya regulasi yang jelas akan menimbulkan tumpang-tindih kewenangan dan saling lepas tangan sebagaimana selama ini jamak terjadi.
Memanfaatkan Momentum Internasional
Sementara itu dengung soal antisipasi bencana menguat di tingkat internasional. Bahkan Indonesia yang diwakili daerah Manado menjadi tuan rumah latihan internasional bencana dalam ’ASEAN Regional Forum Disaster Relief Exercise’ atau ’ARF Direx 2011’ yang diikuti oleh 27 negara. Menjadi ironi tatkala dunia internasional ramai menyerukan adanya antisipasi terhadap potensi bencana, namun justru daerah-daerah yang potensial bencana belum bereaksi. Minimal dari daerah yang sudah menerapkan dalam bentuk Perda hingga sekarang ini masih belum maksimal. Sayangnya perhelatan internasional yang dikerjakan pemerintah pusat di bawah koordinasi 9 kementerian (Kesra, Pekerjaan Umum, Sosial, Luar Negeri, Kesehatan, Perhubungan dan Pertahanan) ini tanpa melibatkan satu pun partisipasi daerah, kecuali tuan rumah acara tersebut. Padahal menilik pelaksanaan regulasi, daerah yang seharusnya lebih banyak menjadi sasaran sosialisasi terhadap antisipasi bencana dan manajemen pengelolaan bencana.
Gaung internasional ini seharusnya dimanfaatkan secara optimal dan direspon positif oleh daerah, baik pemda maupun legislatif (DPRD) dalam bentuk perda penanggulangan bencana. Daerah seharusnya dioptimalkan partisipasinya karena perhelatan internasional tersebut meliputi kerja interdep pemerintah pusat
Rendahnya Insiatif Pembentuk Perda
Problematikan regulasi baik di tingkat nasional maupun daerah adalah rendahnya inisiatif. Semestinya fungsi perwakilan rakyat yang duduk dalam DPRD mampu mengisi kekosongan tersebut. Selain lemahnya inisiatif juga disebabkan kapabilitas pembentuk regulasi daerah yang belum optimal. Hal ini disebabkan kekurangan kelompok ahli dengan universitas-universitas maupun lembaga riset mengenai perda. Dari data, Indonesian Local Legislator Association (ILLA), masih banyak daerah yang belum paham terhadap proses pembentukan Perda sesuai denga UU No.27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, dimana khusus untuk DPRD, peraturan pelaksana Undang-Undang tersebut dituangkan dalam PP No.16 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD.
Informasi lebih lanjut:
Ellena F. Manambe
President Director
Indonesian Local Legislator Association (ILLA)
telp. 021-29938552, faks. 021-29938553
I DON'T LIKE HER BLOG. IT IS EASIER SAID THAN DONE.
BalasHapus